![]() |
Data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengenai gempa bumi di Sukabumi dalam beberapa hari terakhir yang dipicu oleh aktivitas sesar aktif. |
SUKABUMI – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyampaikan bahwa rangkaian gempa bumi yang terjadi di wilayah Sukabumi dalam beberapa hari terakhir dipicu oleh aktivitas sesar aktif.
Kepala Stasiun Geofisika Kelas III BMKG Sukabumi, Agung Saptaji, menjelaskan hingga saat ini pihaknya masih melakukan kajian lebih lanjut terkait sebaran gempa.
“Untuk sementara penyebab gempa masih karena sesar aktif. Belum spesifik sesar apa, karena kami masih mempelajari sebaran gempa tersebut,” kata Agung di Sukabumi, Minggu.
Agung menambahkan, gempa dengan magnitudo 4,0 yang terjadi Sabtu malam lalu memiliki mekanisme pergerakan mendatar atau strike slip fault.
“Secara pergerakan mekanisme gempa, pergerakan gempa bumi M4,0 kemarin malam dengan mekanisme mendatar,” ujarnya.
BMKG, lanjut dia, akan terus melakukan pemantauan dalam beberapa hari ke depan sebelum menyampaikan kesimpulan lebih spesifik.
“Mungkin dalam beberapa hari ke depan masih kita pantau dulu untuk kehati-hatian,” katanya.
Terkait dugaan sebagian masyarakat yang mengaitkan aktivitas gempa dengan kegiatan pengeboran di kawasan Gunung Salak, Agung menegaskan hingga kini tidak ada data yang dapat menguatkan anggapan tersebut.
“Banyak yang mengaitkan kegempaan yang terjadi dengan aktivitas geothermal. Namun kami dari BMKG tidak memiliki data terkait aktivitas geothermal yang dilakukan perusahaan, sehingga tidak bisa menyimpulkan apakah ada kaitannya,” jelasnya.
Agung menekankan, sementara ini penyebab gempa masih diyakini berasal dari aktivitas tektonik di sekitar Pegunungan Halimun-Salak.
“Kalau saya pribadi bukan dari sana, tetapi dari aktivitas tektonik di sekitar pegunungan Halimun-Salak. Untuk sementara kami masih menyimpulkan disebabkan aktivitas sesar aktif,” pungkasnya.
Direktur Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, turut merinci sejumlah fakta gempa Sukabumi–Bogor. Ia menyebut gempa utama (mainshock) berkekuatan magnitudo 4,0 dengan kedalaman hiposenter 7 km, terjadi pada Sabtu (20/9) pukul 23.47 WIB. Episenter berada di darat, tepatnya di Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi.
“Jenis gempa yang terjadi adalah gempa tektonik kerak dangkal yang dipicu aktivitas sesar aktif,” kata Daryono dikutip dari akun resmi media sosialnya.
Menurutnya, catatan sensor seismik DBJI (Darmaga) dan CBJI (Citeko) menunjukkan karakteristik gelombang S (shear) yang tajam dan berfrekuensi tinggi, sehingga memastikan gempa bukan dipicu aktivitas vulkanik. Analisis mekanisme sumber juga mengindikasikan pergerakan mendatar atau strike-slip fault.
Daryono menegaskan, gempa tidak terkait Sesar Citarik karena pusat gempa utama dan susulannya tersebar jauh di barat jalur sesar tersebut. BMKG mencatat guncangan dirasakan di Kalapanunggal dan Kabandungan dengan intensitas III–IV MMI, di Pamijahan dan Leuwiliang III MMI, di Bogor II–III MMI, serta di Palabuhanratu dan Depok II MMI.
Gempa juga menyebabkan kerusakan ringan pada sejumlah rumah warga di Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan. “Catatan sementara, 20 jiwa mengungsi, lima rumah terdampak, dan 25 jiwa menghadapi situasi darurat. Patut disyukuri, gempa tidak menimbulkan korban meninggal dunia maupun luka-luka,” ungkap Daryono.
Kerusakan bangunan, lanjut dia, dipicu hiposenter yang dangkal, kondisi tanah lunak di zona gempa, serta bangunan rumah yang tidak berstandar tahan gempa. Hingga Minggu malam, BMKG mencatat 39 kali gempa susulan, lima di antaranya dirasakan warga dengan magnitudo terbesar 3,8 dan terkecil 1,9.
Daryono menambahkan, gempa merusak di wilayah tersebut bukan yang pertama kali terjadi. “Kejadian serupa pernah terjadi pada Maret 2020 yang merusak ratusan rumah di enam kecamatan, dan Desember 2023 di Pamijahan dan sekitarnya,” jelasnya.